Bank of Japan akan mengadakan pertemuan kebijakan moneter pada hari Kamis minggu ini, dan pasar secara umum memperkirakan akan menaikkan suku bunga menjadi 0,75%. Apa arti level ini? Pertama kali dalam 30 tahun. Sejak 1995, suku bunga Jepang tidak pernah bertahan di tingkat ini.

Kurang dari 20 jam sebelum pertemuan dimulai, obrolan para trader global di kotak chat sudah memanas. Satu pertanyaan yang terus-menerus diajukan: jika Bank of Japan benar-benar menaikkan suku bunga, bagaimana reaksi pasar keuangan global?

Dari data, pasar sudah memberikan jawaban. Hingga 18 Desember, indeks Nikkei 225 turun 470,17 poin, ditutup di 49.042,11 poin; dolar AS terhadap yen berada di 155,72. Pasar sudah memperhitungkan ekspektasi kenaikan suku bunga ini. Probabilitas kenaikan suku bunga bahkan melonjak di atas 94%, dan ini dianggap sebagai hal yang pasti.

Ini bukan hanya masalah Jepang. Perdagangan carry trade global sejak lama mengaitkan langkah Bank of Japan dengan berbagai aset, mulai dari obligasi AS hingga Bitcoin. Berakhirnya era yen murah menandai restrukturisasi likuiditas global.

**Apakah Jepang benar-benar perlu menaikkan suku bunga?**

Pertanyaan ini harus dimulai dari perubahan ekonomi Jepang. Jepang yang dulu terjebak dalam deflasi sudah jauh dari kita.

Hingga Oktober tahun ini, CPI inti Jepang telah bertahan selama 28 bulan berturut-turut di atas target 2% dari bank sentral. Anda tidak salah dengar—28 bulan berturut-turut. Ini adalah peristiwa besar bagi negara yang lama dilanda deflasi. Hantu deflasi mulai menghilang.

Inflasi tinggi tidak muncul begitu saja. Di baliknya ada kenaikan upah dan harga jasa yang berjalan seiring. Dalam negosiasi tenaga kerja dan manajemen musim semi ini, rata-rata kenaikan gaji perusahaan Jepang mencapai level tertinggi dalam hampir 34 tahun. Tukang cukur ingin gaji naik, perawat juga ingin gaji naik, seluruh sektor jasa menuntut kenaikan upah.

Data PPI sektor jasa terus meningkat. Apa artinya ini? Inflasi tidak lagi berasal dari input eksternal yang masuk sebagai "inflasi impor", melainkan dari dalam yang tumbuh sendiri sebagai "inflasi domestik". Inflasi semacam ini lebih keras kepala dan lebih sulit dikendalikan.

Menghadapi situasi seperti ini, melanjutkan kebijakan diam saja sudah tidak bisa dipertahankan. Kenaikan suku bunga menjadi pilihan yang tak terelakkan. Bukan hanya pilihan yang pasti, tetapi juga menjadi semakin mendesak.